Selasa, 23 April 2013

uji kekerasan material



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur Lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai Itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk  para mekanik work-shop lebih bermakna Kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan mater ial yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat. Dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
Uji keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaaran sifat mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai material ulet atau getas.
Uji keras juga dapat digunakan sebaagai salah satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material. Material yang teah mengalami cold working, hot working, dan heat  treatment, dapat diketahui gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita sapat dengan mudah melakukan quality control terhadap material.
1.2  Rumusan Masalah
4.2.1.      Jelaskan metode pengukuran kekerasan menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers dan Knoop?
4.2.2.      Bagaimanakah analisis hasil pengujian kekerasan yang telah saudara lakukan?
4.2.3.      Mengapa kekerasan suatu bahan munurun jika bahan tersebut dipanaskan?
4.2.4.      Jelaskan hubungan antara kekerasan dengan kekuatan?
4.2.5.      Jelaskan sumber-sumber kesalahan hasil pengujian kekerasan yang anda lakukan?


1.3  Tujuan Pengujian
Tujuan dari pengujian kekerasan ini adalah untuk mengetahui angka kekerasan dari suatu bahan, hal ini merupakan salah satu sifat mekanik yang penting.



















BAB II
DASAR TEORI


2.1 Pengertian Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni :
1. Brinnel (HB / BHN)
2. Rockwell (HR / RHN)
3. Vikers (HV / VHN)
4. Micro Hardness (Namun jarang sekali dipakai-red)
Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada :
a. Permukaan material
b. Jenis dan dimensi material
c. Jenis data yang diinginkan
d. Ketersedian alat uji
2.2 Pengujian Kekerasan
Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung cara melakukan pengujian yaitu:
2.2.1.      Metode goresan (scratch hardness)
Metode goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Pengukuran kekerasan berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan satu sama yang lain. Ada beberapa metode dalam pengujian kekerasan antara lain:

a.        Metode skala Mohs
Metode Mohs disebut juga metode abrasi atau uji kekerasan. Skala ini terdiri atas 10 standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores, seperti tampak pada Tabel 2.1. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan gores 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan tinggi tidak benar. Logam yang paling keras mempunyai harga kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8. Pengujian ini digunakan untuk mengukur kekerasan batuan. Prinsip kerjanya adalah mineral atau batuan digores dengan mineral lain yang memiliki kekerasan tinggi.
Tabel Skala Mohs
Material standar Mohs
Material lain
Angka Kekerasan


Skala Mohs
Knoop
Talc

1
2

Pb
1 s/d 2
5
Gypsum

2
32

Cu
2 s/d 3
40
Calcite

3
120

Mild Steel
3 s/d 4
100
Fluorite

4
150
Apatite

5
400
Feldspar

6
560

W
7

Quartz

7
700

Martensitic steel
7 s/d 8
700
Topaz

8
1300

Hard Cr Plating
8
1800
Corundum

9
1800

WC
9 s/d 10
1800
Diamond

10
6000
(Vander Voort,George. Metallography)





b.        Metode Jarum Penggores dari Intan
Metode ini dilakukan dengan cara mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan. Beban sebesar 3 kgf digunakan dan lebar goresan diukur melalui mikroskop dengan rumus:
dimana H = nilai kekerasan goresan
             d = lebar goresan dalam mikrometer.            


2.2.2.      Metode Lekukan ( indentation hardness )
Dari ketiga cara pengujian kekerasan, indentation hardness adalah yang banyak digunakan. Pengetesan ini dapat dilakukan terhadap logam hasil perlakuan panas (Heat treatment). Identation hardness terdiri dari:
1.        Metode Brinell
Metode ini pertama kali dilakukan oleh Brinell pada tahun 1900. Metode ini berupa pengidentasian sejumlah beban terhadap permukaan material dengan  penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan dengan diameter  10 mm dan standar bebanya antara 0.97 s.d 3000 kgf. Pembebanan dilakukan dengan standar waktu, biasanya 30 detik.
Kekerasan yang diberikan merupakan hasil bagi beban penekan dengan luas permukaan lekukan bekas penekan dari bola baja. Dapat dirumuskan dengan
dimana :
BHN = nilai kekerasan brinell
P = beban yang diterapkan (kg)
D = diameter bola (mm)
d = diameter lekukan (mm)
Tabel Standar Uji Brinell (ASTM 10)
Diameter Bola (mm)
Beban (kgf)
Angka Kekerasan yang Disarankan (HB)
10
3000
96-600
10
1500
48-300
10
500
16-100

2.        Metode Rockwell
Metode pengujian kekerasan  Rockwell merupakan metode yang paling sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena metode ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi yang mungkin dari bermacam – macam indenter dan beban yang berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola baja yang dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, ¼, dan ½ in (1.588, 3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan penekan intan yang berbentuk kerucut yang digunakan untuk material yang sangat keras.
Dengan metode ini, angka kekerasan dapat ditentukan melalui perbedaan kedalaman dari hasil penekanan dari penerapan beban awal minor dan diikuti oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat mempertinggi akurasi dari pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor maupun mayor, ada dua tipe pengujian yaitu Rockwell dan Superficial Rockwell. Untuk Rockwell, beban minor adalah 10kgf, dimana beban mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Masing – masing skala diwakili oleh huruf –huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial Rockwell, beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45 kgf. Skala ini diidentifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan beban) diikuti dengan N, T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan. Pengujian Superficial biasanya digunakan untuk spesimen tipis.
 Ketika menentukan kekerasan Rockwell dan Superficial, angka kekerasan dan skalanya harus ditunjukan. Skala ditunjukan dengan simbol  HR diikuti dengan penunjukan skala yang tepat. Contohnya 80 HRB menunjukan kekerasan Rockwell 80 pada skala B dan 60HR30W menunjukan kekerasan Superficial 60pada skala 30W.
Untuk masing – masing skala kekerasannya dapat mencapai 130, namun nilai kekerasan meningkat diatas 100 atau menurun dibawah 20 pada skala berapapun, mereka menjadi tidak akurat. Ketidakakuratan juga dapat dialami jika spesimen terlalu tipis. Ketebalan spesimen seharusnya paling tidak 10 kali dari kedalaman penekanan.


Description: D:\my images\6.jpg
Gambar Mata Tekan Uji Kekerasan Rockwell dan Proses Pengujian Rockwell

Tabel Skala Kekerasan Rockwell
Skala
Beban Mayor (Kgf)
Tipe Indentor
Tipe Material Uji
A
60
1/16” bola intan kerucut
Sangat keras, tungsten, karbida
B
100
1/16” bola
Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang, kuningan, perunggu
C
150
Intan kerucut
Baja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil tempering
D
100
1/8” bola
Besi cor, paduan alumunium, magnesium yg dianealing
E
100
Intan Kerucut
Baja kawakan
F
60
1/16” bola
Kuningan yang dianealing dan tembaga
G
150
1/8” bola
Tembaga, berilium, fosfor, perunggu
H
60
1/8” bola
Pelat alumunium, timah
K
150
¼” bola
Besi cor, paduan alumunium, timah
L
60
¼” bola
Plastik, logam lunak
M
100
¼” bola
Plastik, logam lunak
R
60
¼” bola
Plastik, logam lunak
S
100
½” bola
Plastik, logam lunak
V
150
½” bola
Plastik, logam lunak

Tabel Skala Kekerasan Superficial Rockwell
Skala
Indenter
Beban Mayor ( kgf )
15N
Diamond
15
30N
Diamond
30
45N
Diamond
45
15T
1/16 in. Ball
15
30T
1/16 in. Ball
30
45T
1/16 in. Ball
45
15W
1/8 in. Ball
15
30W
1/8 in. Ball
30
45W
1/8 in. Ball
45

3.        Metode Vickers
Metode ini mirip dengan metode Brinell tetapi penetrator yang dipakai berupa intan berbentuk piramida dengan dasar bujur sangkar dan sudut puncak 1360. Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg [6].
Description: D:\my images\6.jpg
Gambar Cara Pengukuran Diameter pada Identor Vickers

           
dimana:
P = Beban yang ditetapkan
L = Panjang diagonal rata-rata
Description: image007
Gambar the Vickers Diamonds-piramids Identor
Description: lekukan piramid1
Gambar  Macam –Macam Lekukan yang Dihasilkan Penumbuk Intan
Lekukan yang benar yang dibuat oleh penumbuk piramida intan harus berbentuk bujur sangkar (a). Akan tetapi, sering juga ditemukan penyimpangan pada pengujian Vickers. Lekukan bantal jarum pada gambar (b) adalah akibat pengukuran terjadinya penurunan logam disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terdapat pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal berlebih. Lekukan berbentuk tong pada (c) terdapat pada logam-logam yang mengalami proses pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam-logam disekitar permukaan penumbuk

4.        Uji Kekerasan Mikro ( Microhardness Tester)
Metode ini menggunakan prinsip indentasi yang digunakan untuk mengukur kekerasan benda-benda mikro. Penetratornya adalah intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek sekitar 7:1. Intan tersebut berupa intan kasar yang dibentuk sedemikian menjadi bentuk piramida.. Angka kekerasan knoop (KHN) adalah beban dibagi luas proyeksi lekukan yang tidak akan kembali ke bentuk semula.

Description: D:\my images\90.jpg
Gambar The Knoop diamond-pyramid indenter

                        Angka kekerasan Knoop (KHN) dirumuskan sebagai berikut
(Dieter, Goerge . Mechanical Metallurgy)
           

dimana   P  = beban yang diterapkan (kg)
Ap = luas proyeksi lekukan yang tidak pulih ke bentuk semula
L   = panjang diagonal yang lebih panjang
C   = konstanta untuk setiap penumbuk

5.        Metode Meyer
Metode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell, yang membedakan adalah pada Meyer yang diperhatikan adalah projected area pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah pada luas area permukaan. Rata – rata tekanan antara permukaan indentor dan indentasinya sama dengan beban dibagi projected area dari bekas indentasi.                                               
                                               
Cara menghitung kekerasan dengan metode Meyer atau MHN V
                                               
dimana           
MHN = nilai kekerasan Meyer
P = Beban yang diberikan
d = diameter penekanan

Seperti uji kekerasan Brinell, uji kekerasan Meyer memiliki satuan kg/mm2. Uji Meyer kurang sensitif dibandingkan dengan uji kekerasan Brinell. Untuk pengerjaan pendinginan pengujian kekerasan Meyer lebih konstan dan valid dibandingkan dengan uji kekerasan Brinell yang hasilnya berfluktuasi. Uji kekerasan Meyer lebih fundamental dalam perhitungan kekerasan indentasi namun secara prakteknya jarang digunakan untuk pengujian kekerasan                   

Description: meyer1

Gambar Alat Penguji Kekerasan Meyer

6.        Metode Kerucut (HRC)
Metode ini termasuk metode Rockwell yang dalam penerapannya  menggunakan indentor berupa sebuah batu intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 120°
Pada metode ini beban awal dipasang sebesar 10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke dalam bahan. Hal ini pertama kali dilakukan agar terhindar dari ketidakrataan permukaan. Selanjutnya penunjuk jam diset pada kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140 kgf dipasang, sehingga beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang menyebabkan kerucut masuk lebih dalam lagi dan penunjuk jam kembali. Setelah beberapa saat beban utama diambil kembali, maka kerucut tersebut merapat kembali karena bentuk elastis dari bahan yang diukur. Penunjuk jam ukur akan berputar sedikit naik, kedudukan penunjuk saat itulah dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100). 

Description: 3modif
Gambar Perbandingan Penetrator dari metode Brinell dan Rockwell                                                           
Berdasarkan gambar perbandingan diatas sudah dapat kita simpulkan bahwa metode ini hanya sesuai untuk specimen yang strukturnya homogen saja. Hal ini dikarenakan ujung penetrator memiliki luas permukaan yang sempit sehingga tidak dapat mewakili struktur permukaan specimen yang strukturnya heterogen  

7.        Metode Knoop Diamond Microhardness Test
Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indenter intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya, dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini memberikan  keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan.
Nilai kekerasan Knoop, HK adalah sebagai berikut:
dimana        
HK = nilai kekerasan Knoop
L    = beban yang diberikan
d     = panjang dari diagonal pada micrometer.


Description: 61295

Gambar Schematic of diamond-point indenter and plan view of the indentation area           

8.        Metode Peluru
Pada dasarnya metode ini sama dengan metode kerucut, hanya pada metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru baja yang dikeraskan dengan diameter 1/16 inci menggunakan beban tertentu dalam bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130, dengan skala 30 dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang paling keras.
Prinsip kerjanya mula-mula peluru ditekan pada bahan dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban utama sebesar 90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan.
Pada metode ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut, karena ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak dipakai.

a.                                  b.                               c.
Gambar Penetrator  a.) steel ball 1/8” b.) steel ball 1/16”  c.) intan               
Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan spesimen-spesimen dengan syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi. Syarat spesimen untuk uji kekerasan, yaitu:
1.       Permukaan spesimen harus rata (sejajar).
2.       Permukaan spesimen harus halus.
3.       Permukaan spesimen harus bersih.
4.       Jarak indentasi satu dengan yang lain minimal 3d (d = diameter bekas           indentasi).
5.       Ketebalan spesimen minimal 10 d (d = diameter bekas indentasi).











Tabel Macam-Macam Metode Kekerasan Lekukan

2.2.3.      Metode pantulan ( rebound / dynamic hardness )
Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam dan kekerasan dinyatakan oleh energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore scleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Standar yang digunakan pada metode scleroscope shore adalah ASTM C-886. ). ASTM C-866 merupakan American society for testing and materials dengan spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk mesin mesin penguji yang merupakan paduan atau campuran dari carbon, chromium, vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt atau standar konversi kekerasan dari logam. Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji.
1.        Metode scleroscope shore
Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm) terhadap permukaan benda uji            .                                  

2.3  Nilai Konversi Kekerasan
Fasilitas untuk mengonversi pengukuran kekerasan pada satu skala menjadi skala yang lain sangat diinginkan. Namun, karena kekerasan merupakan sifat material yang tidak ditetapkan dengan baik dan karena perbedaan eksperimen antara bermacam-macam teknik, sebuah skema konversi yang luas tidak ditemukan. Data konversi kekerasan telah ditentukan secara eksperimen dan ditemukan bergantung pada tipe dan karakteristik material. Data konversi yang paling dapat dipercaya ada pada gambar di bawah ini.













Gambar Perbandingan dari beberapa skala kekerasan



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat: Alat Uji kekerasan (Hardness Tester), Ampelas, Mesin Penghalus
3.1.2 Bahan: Baja dan Alumunium
3.2 Prosedur Percobaan
-            Potong speciment dengan tebal lebih kurang 10 mm
-            Haluskan speciment dengan kertas amplas sampai rata dan halus
-            Pasang spesiment pada tempat datar
-            Atur Hardnees Tester dengan metode pengujian Brinell (HB)
-            Lakukan proses pengujian dengan menekan benda uji
-            Lakukan sebanyak 5x
-            Print hasil pengujian
3.3 Data Pengujian
-          Jenis Metode Pengujian: Pantulan Brinell
-          Jenis Mesin: Hardnees Tester
-          Tanggal Pengujian: 23 November 2012
-          Praktikan: Kelompok 16
-          Asisten Pengawas:










BAB IV
PEMBAHASAN


4.1 Data Hasil Pengujian
No.
Bahan
P
D
d
Kekerasan
Kg
mm
mm
Lickers
1.
2.
3.
4.
5.
Alumunium
500
10
3,4
2,6
2,4
3,0
2,2
284
389
256
268
292
Rata – Rata
298


No.
Bahan
P
D
d
Kekerasan
Kg
mm
mm
BHN
1.
2.
3.
4.
5.
Baja
2000
10
4,1
4,0
4,0
4,1
4,0
268
285
286
281
272
Rata – Rata
278


4.2 Pertanyaan
4.2.1.      Jelaskan metode pengukuran kekerasan menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers dan Knoop?
4.2.2.      Bagaimanakah analisis hasil pengujian kekerasan yang telah saudara lakukan?
4.2.3.      Mengapa kekerasan suatu bahan munurun jika bahan tersebut dipanaskan?
4.2.4.      Jelaskan hubungan antara kekerasan dengan kekuatan?
4.2.5.      Jelaskan sumber-sumber kesalahan hasil pengujian kekerasan yang anda lakukan?
4.3 Jawaban
4.3.1.      Metode Pengukuran Kekerasan Menurut: Brinnel, Rockwell, Vickers Dan Knoop
a.        Kekerasan Brinnel
Menurut Brinnel : Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :
BHN = P = P
(Ï€D/2) (D - √ D2d2) Ï€Dt
Description: 7
Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).
b.        Kekerasan Rockwell
Menurut Rockwell : Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi. Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman.Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell
HR = Ee

c.         Kekerasan Vickers
Menurut Vickers : Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.

Description: vicker1
Description: vicker2

d.        Kekerasan Knoop
Menurut Knoop : Metode yang dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indenter intan piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya, dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini memberikan  keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai kekerasan.
Nilai kekerasan Knoop, HK adalah sebagai berikut:
dimana        
HK = nilai kekerasan Knoop
L    = beban yang diberikan
d     = panjang dari diagonal pada micrometer.


Description: 61295























4.3.2.      Analisis Hasil Pengujian Kekerasan Yang Telah Saudara Lakukan

a.          Perhitungan
b.        Tabel Data Hasil Perhitungan

No.
Bahan
P
D
d
Kekerasan
Kg
Mm
mm
BHN
1.
2.
3.
4.
5.
Alumunium
500
10
3,4
2,6
2,4
3,0
2,2
53,078
90,991
106,157
67,760
127,388
Rata – Rata
89,0748

No.
Bahan
P
D
d
Kekerasan
Kg
Mm
mm
BHN
1.
2.
3.
4.
5.
Baja
2000
10
4,1
4,0
4,0
4,1
4,0
144,760
151,653
151,653
144,760
151,653
Rata – Rata
148,8958








c.         Analisa Perhitungan
Dari table pengolahan data hasil perhitungan percobaan brinell dapat dilihat bahwa:
Alumunium          :53,078-127,388 BHN
Baja                      :144,760-151,653 BHN
Data pengujian kekerasan menggunakan metode pantulan HB di dapat:
Baja          : 278 BHN
Dapat dilihat, Angka brinell pada Baja = 278 BHN, sedangan angka brinell Baja pada perhitungan = 144,760-151,653 BHN. Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh berbeda (lebih besar) dengan data perhitungan. Sedangkan perhitungan data Alumunium =53,078-127,388 BHN. Data hasil perhitungan Alumunium tidak dapat dibandingkan dengan data hasil pengujian. Hal ini dikarenakan pada saat pengujian dilakukan dengan menggunakan alat yang memakai metode pantulan HL(Lickers) bukan HB(Brinell).
Dari data perhitungan Brinell didapatkan angka brinell yang tertinggi terdapat pada baja, hal ini menunjukkan bahwa material baja mempunyai nilai yang paling besar dibanding yang lain, hal ini menunjukkan material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras.

4.3.3.      Penjelasan Mengapa Kekerasan Suatu Bahan Munurun Jika Bahan Tersebut Dipanaskan
Perlakuan panas dengan pendinginan udara merupakan proses softening yaitu proses normalizing. Normalizing adalah proses di mana material dipanaskan dahulu sampai suhu austenit kemudian dilakukan pendinginan dengan medium udara secara perlahan. Proses ini terjadi pada suhu 55-650C diatas daerah austenit murni. Pendinginan ini mencegah timbulnya segregasi praeutektoid sehingga struktur mikro yang terbentuk adalah perlit halus dan tidak ada ferit praeutektoid dalam jumlah banyak. Dengan demikian akan dihasilkan material yang kekerasannya lebih kecil dari sebelumnya.
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa kekerasan material dengan perlakuan panas dengan pendinginan udara lebih kecil daripada bahan uji dengan tanpa perlakuan panas.
4.3.4.      Hubungan Antara Kekerasan Dengan Kekuatan
Kekerasan dari suatu bahan berbanding terbalik dengan kekuatan tarik Karena pengertian dari kekerasan dan kekuatan tarik berbeda. Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi local (permukaan),sementara kekuatan tarik adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis yang terjadi diseluruh permukaan material (global). Sehingga jika suatu bagian dari material memiliki kekuatan yang baik, maka material tersebut semakin ulet sehingga memiliki sifat yang semakin lunak dan tidak getas, Sementara itu sifat dari material yang memiliki kekerasan mempunyai sifat getas dan cenderung tidak lunak atau ulet. Karena itu, semakin ulet material maka akan semakin kuat pula material tersebut serta semakin tidak memiliki sifat kekerasan.

4.3.5.      Sumber-Sumber Kesalahan Hasil Pengujian Kekerasan Yang Anda Lakukan
Terdapatnya kesalahan-kesalahan serta perbedaan-perbedaan hasil percobaan jika dibandingkan literature disebabkan oleh beberapa factor,diantaranya adalah :
1.      Permukaannya specimen yang terlalu kecil
Hal ini menyebabkan pemilihan titik uji tidak dapat dimaksimalkan,misalnya pengukuran satu dilakukan terlalu dekat dengan pengukuran lainnya.Pengukuran yang berdekatan ini mempenaruhi daerah elastis yang berada dibawah daerah penekanan (plastis) ke daerah yang laen.

2.      Pengukuran dilakukan pada pinggir specimen
Hal ini disebabkan material yang diuji memiliki penampang kecil,sehingga diambil titik yang hampir berdekatan dengan pinggir specimen.Akibatnya,daerah hasil indentasi pada pinggir specimen memiliki nilai yang berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan pada bagian tengah specimen.
3.      Permukaan bawah benda uji yang tidak rata
Hal mempengaruhi dalam melakukan pengambilan data,sebab permukaan yang tidak rata ini menyebabkan benda uji terangkat keatas.Walaupn sedikit besarnya,namun hal ini mempenagruhi nilai kekerasan yang diperoleh.
4.      Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih
Mempengaruhi pengambilan data diagonal atau diameter jejak,permukaan yang tidak merata ini menyulitkan dalam pengambilan data pada proses penglihatan nilai melalui mikroskop.
5.      Kesalahan paralaks ketika pengambilan data
Terjadi pada saat mengukur diameter jejak dan panjang diagonal,pembacaan skala pada mesin uji.Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain alat yang telah digunakan sudah tidak baik lagi,ditunjukkan pada saat pembacaan skala pada mikroskop,angka-angka pada skala yang sudah tidak jelas lagi menyulitkan dalam pengambilan data sehingga dilakukan pembulatan.
6.      Kesulitan dalam penggunaan alat
Hal ini ditunjukkan ketika melakukan penempatan specimen pada posisi yang pas pada mikroskop di skala nol-nya,akibatnya penempatan specimen uji tidak pas dengan skala nol sehingga mempengaruhi perbandingan dengan literarut.
7.      Pembebanan benda uji yang tidak stabil pada saat pengujian.
Ketika pengujian alat yang digunakan tidak bias diatur secara permanen untuk nilai pembebanannya sehingga, nilai tekan yang diharapkan tidak akurat.
8.      Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada suatu titik saja
Hasil akan lebih akurat jika diameter jejak diukur di tiap titik kemudian diambil rata-ratanya,begitupun juga dengan pengukuran diagonal dimana hasil lebih akurat dengan nilai rata-rata dari dua diagonal tersebut.

9.      Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data).
Baik pada pengambilan data nilai kekerasan serta pengukuran jejak.Hasil lebih akurat jika dilakukan ke beberapa titik dan membuat rata-ratanya.


























BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pada perhitungan Brinell didapatkan angka brinell yang tertinggi terdapat pada baja, hal ini menunjukkan bahwa material baja mempunyai nilai yang paling besar dibanding yang lain, hal ini menunjukkan material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras.
5.1.2 Semakin ulet material maka akan semakin kuat pula material tersebut, sehingga memiliki sifat yang tidak keras (lunak)
5.1.3 Faktor – factor yang menyebabkan terjadinya kesalahan saat melakukan pengujian kekerasan:
  • Permukaannya specimen yang terlalu kecil
  • Pengukuran dilakukan pada pinggir specimen
  • Permukaan bawah benda uji yang tidak rata
  • Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih
  • Kesalahan paralaks ketika pengambilan data
  • Kesulitan dalam penggunaan alat
  • Pembebanan benda uji yang tidak stabil pada saat pengujian
  • Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada suatu titik saja
  • Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data).